Jakarta, Kulminasi.com – Film garapan Ernest Prakasa ini dinilai sebagai film misoginis dan yang ableist, yakni bentuk diskriminasi dan kebencian terhadap perempuan.
Adapun ableist adalah diskriminasi dan prasangka sosial terhadap penyandang disabilitas atau orang yang dianggap sebagai difabel. Kritik ini datang dari sejumlah netizen, salah satunya @runiarumndari.
Menurutnya, meski Agak Laen menghibur dan punya keseruan dari segi plot serta chemistry para pemain, namun beberapa joke yang disajikan cukup mengganggu. Akun @runiarumndari menyebut joke yang dimaksud adalah joke soal transpuan, tokoh disable, dan pelakor.
Ia menilai joke pelakor sebagai misoginis, terlebih menurutnya ketika dalam film pelakor seolah dipandang sebelah mata. “Sebelum mengungkapkan keresahanku, harus ku akui bahwa secara keseluruhan AGAK LAEN menghibur, punya keseruan—baik dari segi plot dan chemistry para pemain—yang bisa mengikat atensi penonton sepanjang durasi, serta tampak begitu fresh di antara lautan film horor lokal,” cuit @runiarumndari.
“Tapi, ada beberapa joke yang menggangguku; soal transpuan, tokoh disable, dan “pelakor”. Term “pelakor” aja menurutku udah misoginis, apalagi ketika dalam film ia seolah dipandang sebelah mata.
Call me a party pooper or whatever, tapi aku setuju dengan Geger Riyanto dalam tulisannya “Humor dan Kebejatan”, bahwa humor yang betulan lucu adalah yang bermain dengan penyimpangan ekspektasi—ada set up dan ada punchline.
Sementara jokes di film ini yang tadi aku sebutkan, hanya mengolok saja. Bukan dark joke, tapi cuma “dark” saja. Pun, ada beberapa elemen yang bisa dikembangkan jadi joke betulan—bernada social commentary—yang sayangnya justru lewat begitu saja. Jika jokes “gelap” tadi diperbaiki, film ini bisa jadi salah satu film lokal top favoritku tahun ini,” tulis dia.