Headnews.id – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melaporkan bahwa hingga 1 Oktober 2024, sebanyak 93,63 persen satuan pendidikan di Indonesia telah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Hal ini mencakup 404.570 sekolah dari jenjang pendidikan usia dini hingga menengah.
Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami, menyampaikan hal tersebut dalam acara Roots Day Nasional 2024 yang digelar secara daring di Jakarta. Ia menegaskan bahwa pembentukan TPPK ini sesuai dengan amanat Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
“Aturan ini mengharuskan seluruh satuan pendidikan di Indonesia untuk membentuk TPPK guna menangani masalah kekerasan di sekolah,” ujar Rusprita. Ia juga menambahkan bahwa hingga saat ini, 27 provinsi dan 441 kabupaten/kota di Indonesia telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk menangani kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.
Kolaborasi dengan UNICEF untuk Cegah Perundungan
Sebagai bagian dari upaya pencegahan kekerasan, pemerintah juga bekerja sama dengan Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) melalui program Roots Indonesia, yang telah berjalan sejak 2021. Program ini menyasar siswa di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dengan tujuan mencegah perundungan di lingkungan sekolah.
Melalui program Roots Indonesia, para guru dan siswa diberikan pelatihan untuk mengenali, mencegah, dan menangani kekerasan di sekolah. Selain itu, program ini juga melibatkan siswa sebagai agen perubahan, yang berperan menyebarkan nilai-nilai positif dan mempromosikan perilaku anti-perundungan.
“Saat ini, sebanyak 173.240 siswa telah dilatih sebagai agen perubahan yang berperan aktif dalam menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan mendukung,” tambah Rusprita.
Data dari U-Report UNICEF pada 2022 menunjukkan bahwa 42 persen peserta didik merasakan dampak positif dari program ini, dengan 32 persen lainnya menyatakan perundungan di sekolah mereka telah berkurang.
“Kolaborasi antara guru, siswa, kepala sekolah, dan komunitas sekolah telah membawa perubahan nyata dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi seluruh peserta didik,” pungkas Rusprita.